Notification

×

Iklan

Iklan

banner 728x90

Indeks Berita

Fenomena eksodus pesepak bola top Eropa ke Liga Pro Arab Saudi sempat mengguncang dunia sepak bola dalam dua tahun terakhir

Selasa, 10 Juni 2025 | Juni 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-09T17:23:09Z

 Fenomena eksodus pesepak bola top Eropa ke Liga Pro Arab Saudi sempat mengguncang dunia sepak bola dalam dua tahun terakhir. Namun musim 2024-2025 justru menunjukkan tren sebaliknya,  nama-nama besar mulai menolak tawaran fantastis dari Timur Tengah, dan memilih bertahan di liga-liga top Eropa.



Contoh paling mencolok datang dari kapten Manchester United, Bruno Fernandes. Gelandang asal Portugal itu dikabarkan mendapat tawaran gaji sebesar 200 juta pound sterling (sekitar Rp 4,4 triliun) untuk kontrak tiga tahun dari klub kaya raya Arab Saudi, Al Hilal. Bahkan, Al Hilal disebut siap menebus Fernandes dari MU dengan mahar 100 juta pound sterling (Rp 2,2 triliun).

Namun, meski tawaran itu datang langsung dari Presiden Al Hilal dan memberi waktu berpikir, Fernandes tetap menolaknya. Ia memilih bertahan di Old Trafford, mengisyaratkan bahwa daya pikat uang tak cukup untuk mengalahkan ambisi kompetitif di Eropa.

Terbaru, stiker asal Nigeria, Victor Osimhen menolak kontrak senilai 30 juta euro (Rp 557 miliar) per musim dari Al Hilal. Klub Arab tersebut ngotot mendapatkan Victor Osimhen begitu mendapat penolakan dari Bruno Fernandes. 

Saking ngototnya, mereka sudah menyanggupi klausul pelepasan senilai 75 juta euro kepada Napoli. Sayangnya, penolakan Osimhen disebut bersifat final. Ia ingin tetap berada di lingkungan sepak bola Eropa yang kompetitif.

Selain kedua nama tadi, sosok lain yang ikut menolak hijrah ke Arab Saudi adalah striker Manchester United, Marcus Rashford. Dilaporkan Sky Sports News, Marcus Rashford mendapat tawaran dari tiga klub Arab Saudi. Tawaran gajinya pun fantastis karena mencapai Rp 6 miliar per pekan. 

Meski masa depannya di Manchester United tengah tak menentu, Rashford memilih bertahan di Eropa demi menjaga peluang kembali ke timnas Inggris di bawah arahan pelatih Thomas Tuchel.

Di balik berbagai penolakan tersebut, analisis Transfermarkt memberikan gambaran yang lebih dalam mengapa penolakan justru terjadi. Ternyata berdasarkan analisa ada hal yang cukup mengkhawatirkan jika mereka bermain di Saudi Pro League yakni risiko penurunan nilai pasar pemain.

Striker Napoli Victor Osimhen (kanan) menjebol gawang Braga dalam pertandingan Liga Champions. - (AP/Alessandro Garofalo)
Striker Napoli Victor Osimhen (kanan) menjebol gawang Braga dalam pertandingan Liga Champions. - (AP/Alessandro Garofalo)

Data menunjukkan bahwa sejak Cristiano Ronaldo bergabung ke Al-Nassr pada Januari 2023 dan memicu gelombang transfer besar-besaran, sebagian besar pemain top yang hijrah ke Arab Saudi mengalami penurunan tajam dalam nilai pasar. Klub-klub Saudi menggelontorkan dana hingga 945 juta euro untuk mendatangkan lebih dari 350 pemain di musim panas 2023. 

Namun hasilnya, nyaris seluruh dari 15 pemain termahal di liga tersebut mengalami depresiasi nilai pasar. Contohnya, berikut ini:

  • Neymar: dari  75 juta euro menjadi  15 juta euro
  • João Cancelo: dari 70 juta euro menjadi  18 juta euro
  • Sadio Mané: dari  60 juta euro menjadi  9 juta euro
  • Moussa Diaby: dari 55 euro juta menjadi  35 juta euro  hanya dalam enam bulanMinimnya daya jual ke klub-klub Eropa menjadi penyebab utama. Rekor penjualan tertinggi dari Liga Pro Arab Saudi hanya dipegang oleh Seko Fofana ke Stade Rennais seharga 20 juta euro, jauh dari nilai belanja saat ia diboyong. 

    Tingginya gaji juga menjadi penghambat karena klub Eropa kesulitan menyamai angka tersebut, bahkan jika pemain bersedia memotong gaji. Ambil contoh Neymar yang rela potong haji hingga 99% hanya untuk bergabung dengan Santos. 

    Dampak ini bahkan lebih mencolok bagi pemain muda. Kasus Gabri Veiga menjadi pelajaran berharga. Dianggap sebagai salah satu gelandang muda paling menjanjikan di LaLiga, ia memilih bergabung ke Al-Ahli di usia 21 tahun. 

    Namun keputusannya mengundang kritik keras, termasuk dari Toni Kroos yang menyebut langkah itu “memalukan.” Kini, nama Gabri Veiga nyaris tak terdengar di radar klub-klub top Eropa dan tak masuk skuad Timnas Spanyol. Musim ini, ia bahkan rela potong gaji 99%, seperti Neymar, agar bisa bergabung dengan FC Porto. Keengganan pemain seperti Bruno Fernandes, Victor Osimhen, dan Marcus Rashford menjadi sinyal penting. Uang bukan segalanya. Reputasi kompetitif, eksistensi di tim nasional, dan stabilitas nilai pasar tetap menjadi pertimbangan utama bagi pemain top dunia.

    Jika tak segera melakukan rekalibrasi, baik dalam strategi rekrutmen maupun manajemen karier pemain, Saudi Pro League berisiko kehilangan momentum dan kembali menjadi liga pinggiran dengan citra "tempat pensiun mewah".

×
Berita Terbaru Update