Kepemilikan rumah layak huni adalah impian setiap keluarga. Namun, tingginya harga properti seringkali menjadi hambatan utama, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Menyadari kebutuhan krusial ini, pemerintah Indonesia terus berupaya menyediakan akses perumahan yang terjangkau melalui berbagai program. Salah satunya adalah Program Rumah Bersubsidi dengan Skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Komitmen pemerintah dalam memastikan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pun terbukti. Hingga 31 Mei 2025, pemerintah telah menyalurkan Rp 12,59 triliun melalui skema FLPP, di mana program ini merupakan bagian vital dari pembiayaan investasi dalam APBN. Tujuannya untuk memudahkan MBR memperoleh pembiayaan perumahan, sehingga mereka dapat memiliki rumah berkualitas dengan harga terjangkau.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas A. M. Djiwandono menjelaskan bahwa realisasi FLPP hingga Mei 2025 mencapai angka signifikan, meningkat dari Rp 10,96 triliun pada bulan sebelumnya.
“Pembiayaan ini telah mendukung 101.707 unit rumah di 379 kabupaten/kota, naik dari 88.482 unit rumah di 362 kabupaten/kota pada bulan sebelumnya,” ungkap Thomas pada Konferensi Pers APBN Kita di Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Di tahun 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran FLPP sebesar Rp 18,77 triliun dengan target penyaluran sebanyak 220.000 unit rumah. Ini menambah total realisasi program FLPP yang telah berjalan sejak 2010 hingga 2024, di mana sebanyak 1.598.879 unit rumah senilai Rp 151,22 triliun telah tersalurkan.
Thomas juga menegaskan bahwa dari total alokasi 2025, pemerintah sudah mencairkan Rp 11,5 triliun kepada BP Tapera dan berencana menyiapkan tambahan alokasi untuk mendukung implementasi program 3 juta rumah yang dicanangkan.
FLPP Prioritas Presiden Prabowo untuk Genjot Perekonomian
Program FLPP menjadi salah satu program penting yang dijalankan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa Presiden telah meminta seluruh jajaran menteri untuk mengakselerasi berbagai program prioritas yang sudah berjalan, termasuk FLPP.
Akselerasi ini tidak hanya berfokus pada skala program, tetapi juga kecepatannya, dengan tujuan agar setiap program dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan bagi perekonomian. Ini mencakup penciptaan kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Pada saat ini Bapak Presiden terus meminta kepada seluruh jajaran menteri untuk melaksanakan dan mengimplementasikan berbagai program-program yang sudah selama ini dilaksanakan. Akselerasi sangat penting, terutama program-program seperti makanan bergizi, pemberian makanan bergizi gratis, program di sektor perumahan, peningkatan target FLPP, program koperasi desa merah putih, dan program sekolah rakyat,” jelas Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Pengumuman Lima Paket Stimulus Ekonomi di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede turut menjelaskan mekanisme multiplier effect dari FLPP. Menurut Josua, dampak positif program ini bekerja melalui tiga saluran utama.
“Pertama, sektor properti dan konstruksi mendapat stimulus permintaan dari pembangunan rumah subsidi, yang menyerap tenaga kerja secara masif, khususnya pekerja tidak terampil dan sektor informal,” ujar Josua.
Kedua, lanjut Josua, permintaan terhadap bahan bangunan lokal meningkat, yang memberi dorongan pada UMKM sektor konstruksi dan material. Ketiga, setelah rumah dihuni, terjadi peningkatan konsumsi di kawasan baru (konsumsi rumah tangga, transportasi, pendidikan, makanan), yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
“Setiap Rp 1 miliar belanja negara pada prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) perumahan dapat menghasilkan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 1,81 miliar, terutama melalui peningkatan output sektor konstruksi dan penyerapan tenaga kerja,” jelas Josua.
Dalam implementasinya, Josua menilai FLPP di luar Pulau Jawa masih menghadapi tantangan spesifik. Terutama terkait dengan keterbatasan infrastruktur perbankan di wilayah 3T, kesiapan lahan dan PSU, kapasitas pelaku usaha dan pemerintah daerah yang belum merata hingga permasalahan rantai pasok.
“Namun demikian, berbagai langkah positif telah dilakukan pemerintah, seperti SKB 3 Menteri yang membebaskan BPHTB dan PBG untuk rumah subsidi, integrasi dengan DAK Tematik PPKT, serta digitalisasi sistem perizinan dan pengawasan rumah modular. Ini menunjukkan bahwa tantangan yang ada bukan hambatan tetap, melainkan peluang untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, termasuk dengan Pemda, pengembang lokal, dan lembaga keuangan daerah,” tutup Josua.
Program rumah bersubsidi FLPP terbukti efektif, efisien, dan berdampak luas terhadap kesejahteraan masyarakat dan perekonomian nasional. Dengan terus mengakselerasi penyaluran FLPP, memperkuat sinergi antarlembaga, serta menyesuaikan kebijakan fiskal dan pembiayaan mikro untuk menjangkau daerah 3T, program ini dapat menjadi tulang punggung pencapaian target 3 juta rumah dan pemenuhan hak dasar perumahan yang layak bagi seluruh warga Indonesia.