Pasca serangan Israel ke Iran pada Jumat, 13 Juni 2025, ekonomi global dan domestik langsung terkoreksi. Ini dapat dilihat pada berbagai indikator ekonomi dan keuangan seperti nilai tukar rupiah, IHSG, harga emas, dan harga minyak mentah dunia.
Nilai tukar rupiah, misalnya, pada penutupan perdagangan Jumat, 13 Juni 2025, melemah sebesar 61 basis poin atau sekitar 0,38 persen menjadi Rp16.304 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.243 per dolar AS. Setali tiga uang dengan pelemahan rupiah, konflik Israel–Iran juga membuat IHSG merosot 0,64 persen ke level 7.166,06 pada penutupan perdagangan hari yang sama.
Sementara itu, harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifikan. Berdasarkan rilis dari Trading Economics, harga minyak mentah per Jumat, 13 Juni 2025, melesat 6,78 persen ke level 72,7 dolar AS per barel. Kenaikan ini disebabkan terganggunya pasokan global, mengingat Iran merupakan negara peringkat ke-7 produsen minyak dunia, dengan produksi sekitar 3.305 BBL/D/1K per 1 Maret 2025.
Hal yang sama terjadi pada harga emas. Merujuk data dari Refinitiv, pada hari yang sama, perdagangan emas acuan (XAU) naik 1,42 persen ke posisi 3.432,18 dolar AS per troy ounce.
Data-data ini merupakan semacam alarm atau lampu kuning bagi kerentanan ekonomi maupun perilaku investor. Turunnya IHSG dan naiknya harga emas memberi sinyal bahwa investor mengalihkan aset mereka pada instrumen yang lebih menjanjikan dan tahan terhadap guncangan, seperti emas atau mata uang kuat seperti dolar AS.
Jika harga minyak mentah dunia konsisten mengalami kenaikan, maka kebijakan menaikkan harga BBM dalam negeri sulit dihindari. Kebijakan ini pasti akan mengerek inflasi, yang akan diikuti kenaikan harga barang-barang lainnya.
Pelemahan nilai tukar rupiah juga akan menambah tekanan inflasi dan secara bersamaan meningkatkan beban utang negara. Selain itu, depresiasi rupiah akan menyulitkan importir dalam negeri, khususnya pelaku industri yang masih sangat bergantung pada bahan baku impor.
Berbagai krisis ekonomi yang pernah terjadi memberikan pelajaran mahal bahwa ongkos untuk menyembuhkan ekonomi dari krisis sangat besar. Cukuplah krisis moneter tahun 1997/1998 dan krisis finansial global tahun 2008 menjadi cermin. Karena itu, langkah pencegahan melalui mitigasi krisis adalah keniscayaan.
Sinergi antara pemerintah dan otoritas moneter menjadi kunci utama. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain: menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mengantisipasi guncangan pasar keuangan global dan kemungkinan capital outflow. Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu meracik bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang tepat demi menjaga nilai tukar rupiah serta meredam kepanikan di pasar keuangan domestik.
BI juga harus memastikan ketersediaan likuiditas valuta asing. Ketika terjadi lonjakan permintaan valas, BI harus siap memenuhi kebutuhan tersebut. Di saat yang sama, suku bunga perlu dijaga agar tetap kompetitif, sehingga investor tetap yakin bahwa menanamkan modal di Indonesia masih menjanjikan profit—tanpa harus menarik keluar modalnya.
Sementara itu, OJK harus semakin proaktif dalam mengawasi kesehatan perbankan dan lembaga keuangan. Krisis finansial global 2008, dengan kejatuhan Lehman Brothers—salah satu bank tertua dan terbesar di Amerika Serikat—harus menjadi pelajaran bahwa pengawasan tidak boleh lengah, bahkan terhadap institusi yang dianggap terlalu besar untuk gagal (too big to fail). Kebangkrutan satu bank besar dapat menimbulkan dampak sistemik bagi keuangan global dan domestik.
Di sektor riil, pemerintah harus mendorong peningkatan produksi pangan dan substitusi bahan baku industri dengan bahan lokal. Ini penting untuk mengurangi ketergantungan impor dan menekan risiko imported inflation. Di sektor energi, perlu ada peningkatan produksi dari minyak dan gas bumi, batu bara, serta percepatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa.
Kemandirian energi adalah prasyarat menuju kemandirian ekonomi. Jika semua ini berhasil diwujudkan, maka fondasi ekonomi domestik akan lebih kokoh dan tidak mudah rapuh oleh gejolak eksternal yang bisa datang sewaktu-waktu.