×

Iklan

Iklan

banner 728x90

Indeks Berita

Beralih dari rokok tembakau ke vape mungkin dianggap lebih aman oleh sebagian orang

Selasa, 01 Juli 2025 | Juli 01, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-30T21:08:11Z

  Beralih dari rokok tembakau ke vape mungkin dianggap lebih aman oleh sebagian orang. Namun, para ahli kesehatan mengingatkan bahwa kebiasaan ini tetap membawa risiko terhadap kesehatan paru-paru.



Menurut Dr Sanjay Sethi, pakar paru dari University at Buffalo, zat kimia dalam vape seperti nikotin, akrolein, dan logam berat bisa merusak jaringan paru, meningkatkan produksi lendir, serta memicu peradangan. Dalam jangka panjang, kebiasaan menghirup zat-zat ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan kronis, seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronik).

Beberapa cairan vape, terutama yang mengandung THC, bahkan pernah ditemukan mengandung vitamin E asetat, zat yang dikaitkan dengan penyakit paru serius bernama EVALI. Gejalanya meliputi batuk, sesak napas, hingga detak jantung cepat.

Zat lain seperti propylene glycol memang aman untuk dikonsumsi lewat makanan, tapi bisa berubah menjadi zat beracun saat dipanaskan dan dihirup. “Begitu dipanaskan, bahan-bahan tersebut dapat menghasilkan zat berbahaya yang serupa dengan yang ada dalam rokok biasa,” kata Dr Sethi, dikutip dari Verywell, Senin (30/6/2025).

Sebuah studi besar pada 2020 menunjukkan bahwa pengguna vape memiliki risiko 43% lebih tinggi terkena gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis kronis, dan emfisema dibandingkan bukan pengguna.

Banyak orang menggunakan vape sebagai upaya berhenti merokok. Tapi menurut Dr. Daniel R. Ouellette dari Henry Ford Health, dampak jangka panjang dari vaping belum sepenuhnya diketahui. Justru, kombinasi merokok dan menggunakan vape secara bersamaan bisa memperparah risiko.

“Kamu terpapar dua kelompok zat kimia yang berbeda: satu dari rokok, satu lagi dari vape. Kombinasinya bisa jauh lebih berbahaya,” jelas Ouellette.

Meskipun beberapa kebijakan pelarangan rasa vape telah diberlakukan di AS, kebiasaan ini masih populer di kalangan anak muda. Data 2023 menunjukkan sekitar 15,5% orang usia 21–24 tahun di Amerika Serikat menggunakan vape, jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia di atas 50 tahun yang hanya 3,3%.

“Kita harus waspada. Vape bukan hanya menyebabkan kecanduan nikotin, tapi juga bisa merusak paru-paru, bahkan pada usia muda,” ujar Dr Jorge M Mercado dari NYU Langone Hospital–Brooklyn.

Kasus tragis terjadi pada 2019, ketika seorang remaja 16 tahun menjadi pasien pertama di AS yang harus menjalani transplantasi paru-paru akibat kerusakan hebat yang ditimbulkan oleh vaping.

Kesimpulannya, vape bukan solusi bebas risiko. Meski tidak seberat rokok tembakau, kebiasaan ini tetap bisa mengancam kesehatan paru-paru dalam jangka panjang.

×
Berita Terbaru Update