DNewsradio Pesawaran– Batin Perwira Kusuma, seorang tokoh adat setempat, mendesak Dinas Pariwisata untuk melakukan kajian ulang secara menyeluruh terkait rencana kerjasama dengan Koperasi PTPN Way Lima untuk pengembangan destinasi wisata Sungai Bronjong di Way Lima. Desakan ini disampaikan menyusul rencana yang dinilai terburu-buru dan kurang mempertimbangkan aspek kedaulatan daerah serta status hukum lahan.
Foto Istimewa
Batin Perwira Kusuma mempertanyakan mengapa Dinas Pariwisata tidak membentuk koperasi sendiri untuk mengelola potensi wisata tersebut. Menurutnya, langkah ini akan lebih strategis untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) di masa depan, alih-alih menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain.
"Kenapa Dinas Pariwisata tidak membentuk dan memberdayakan koperasinya sendiri? Ini akan jelas menguntungkan daerah, menambah PAD, dan pengelolaannya akan lebih dapat dikontrol untuk kemaslahatan masyarakat luas," ujar Batin Perwira Kusuma saat ditemui di kediaman adatnya.
Persoalan lain yang ia soroti adalah status tanah yang akan digunakan untuk proyek wisata tersebut. Ia mengingatkan bahwa hingga saat ini, status Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Way Lima atas lahan tersebut belum memiliki kejelasan dan telah habis masa berlakunya.
"Kita juga harus melihat ini dari sisi status tanah. HGU PTPN Way Lima sudah habis dan tidak ada kejelasan perpanjangan. Sementara, secara historis dan faktual, tanah itu adalah tanah adat milik masyarakat. Membangun kerjasama di atas lahan yang statusnya belum jelas adalah langkah yang sangat berisiko dan dapat menimbulkan konflik di kemudian hari," tegasnya.
Batin Perwira Kusuma menegaskan bahwa pembangunan haruslah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan memastikan kepastian hukum yang kuat. Ia meminta pemerintah daerah untuk tidak hanya melihat potensi ekonomi jangka pendek, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek legalitas, keberlanjutan, serta dampak sosial budaya bagi masyarakat adat pemilik ulayat.
"Kami tidak anti-pembangunan, tetapi pembangunan harus dilakukan dengan cara yang benar, adil, dan menghormati hak-hak masyarakat adat. Kami meminta kajian ulang yang komprehensif sebelum keputusan ini diteruskan," pungkasnya.
Rencana kerjasama ini dinilai akan berdampak besar pada tata kelola lahan dan ekonomi masyarakat. Desakan dari tokoh adat ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi mendalam sebelum mengambil kebijakan lebih lanjut. (Red)