-->

Notification

×

Iklan

Iklan

banner 728x90

Indeks Berita

Masyarakat Adat Marga Buay Belunguh, Protes Tidak Dilibatkan dalam Musyawarah Sengketa Lahan Eks PT. TI

Kamis, 30 Oktober 2025 | Oktober 30, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-29T22:17:42Z

Foto Istimewa 
Dnewsradio .com Tanggamus – Masyarakat Adat Marga Buay Belunguh menyampaikan kekecewaan terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanggamus terkait penanganan sengketa lahan eks PT. Tanggamus Indah (PT. TI) di wilayah Pekon Tanjung Anom, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus.

Kekecewaan tersebut memuncak pada Rabu (29/10/2025), ketika masyarakat adat melakukan aksi blokade terhadap rombongan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Tanggamus yang hendak melakukan peninjauan lapangan ke lokasi lahan sengketa tersebut. Akibat aksi tersebut, tim Forkopimda terpaksa membatalkan rencana pengecekan lapangan.


Ketua Harian Adat Marga Buay Belunguh, Azhari Gelar Dalom Pemangku Marga, menyampaikan bahwa tindakan warga dilakukan spontan karena rasa kecewa dan tersinggung. Menurutnya, para pemangku adat tidak pernah diundang dalam musyawarah atau pertemuan resmi yang diadakan pemerintah terkait sengketa lahan tersebut.


“Seandainya pemerintah mau membicarakan tanah kami, pasti kami siap bermusyawarah. Tapi pagi ini adat tidak diundang sama sekali, sehingga masyarakat marah. Kami bertanya-tanya, ada apa dengan Pemkab Tanggamus, kok adat tidak dilibatkan?” ujar Dalom Azhari di lokasi.


Azhari menegaskan bahwa tanah yang disengketakan merupakan tanah adat milik Marga Buay Belunguh yang telah dikuasai turun-temurun. Ia juga meminta agar pemerintah, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanggamus, menghormati keberadaan masyarakat adat dan melibatkan mereka dalam setiap proses pembahasan.


“Semua pihak diundang, tapi adat tidak. Padahal adat yang punya tanah. Kami mohon Pemda Tanggamus dan BPN untuk bijak dalam menyikapi persoalan ini,” tegasnya.


Terkait legalitas lahan, Dalom Azhari menyatakan pihak adat memiliki dokumen pendukung yang lengkap dan sah. Dokumen tersebut, kata dia, tersimpan dengan baik oleh tim adat, termasuk arsip dari masa kolonial Belanda.


“Semua data sejak zaman Belanda masih ada. Kami juga pernah mengikuti proses hukum di Pengadilan Kalianda, dan keputusan saat itu memenangkan pihak adat,” ujarnya.


Azhari menambahkan bahwa masyarakat adat sebenarnya telah beberapa kali berupaya menyelesaikan persoalan ini secara damai. Audiensi telah dilakukan dengan Bupati, Kapolres, dan unsur Forkopimda lainnya. Upaya dialog juga pernah dilakukan sejak masa kepemimpinan Bupati Dewi Handajani hingga H. Saleh.


Namun, menurutnya, hasil dari berbagai pertemuan tersebut belum membuahkan keputusan yang berpihak kepada masyarakat adat.


“Kami sudah berulang kali audiensi sejak dulu, tapi seolah-olah tidak ada tindak lanjut. Pemerintah harusnya tanggap menjaga kondusifitas daerah. Jangan sampai konflik ini meluas,” ungkapnya.


Masyarakat Adat Marga Buay Belunguh mendesak pemerintah daerah agar membuka ruang dialog secara terbuka dan transparan dengan melibatkan semua pihak, terutama pemangku adat sebagai pemilik historis lahan tersebut.


Azhari menegaskan, masyarakat adat tetap berkomitmen mempertahankan tanah warisan leluhur mereka.


“Kami sudah berkomitmen, ini harga mati. Kalau perlu, kami siap mempertahankan tanah ini sampai titik darah penghabisan,” pungkasnya. (Tim)

×
Berita Terbaru Update