Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada eks Dirut PT ASDP bersama dua direksi lainnya Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, bukanlah preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi.
KPK memandang terdapat dua hal berbeda antara proses hukum KPK terhadap tiga terpidana kasus korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022 dengan pemberian rehabilitasi oleh presiden.
"Bagi kami, itu bukan merupakan preseden buruk," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2025).
Menurut Asep, pemberian rehabilitasi kepada ketiga terpidana sudah bukan menjadi ranah KPK lagi. Ranah KPK, kata dia, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga persidangan.
"Artinya, tidak lagi dalam ranah penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan. Nah, seperti itu," tandas Asep.
Lebih lanjut, Asep menegaskan KPK sudah melakukan proses hukum terhadap Ira Puspadewi dkk sesuai dengan undang-undang. Apalagi, kata dia, secara formil sudah diproses di praperadilan dan KPK dinyatakan benar.
“Dari sisi materielnya, pemenuhan unsur-unsur pasalnya, pengumpulan bukti-buktinya, kemudian keterangan dan lain-lain, nah itu sudah juga dibuktikan di persidangan. Persidangan dilakukan terbuka untuk umum, dan saya kira tidak ada tekanan dari mana pun, baik dari sisi terdakwa maupun dari sisi jaksa penuntut umum," pungkas Asep.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto sudah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yakni Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Ketiganya terjerat perkara korupsi dalam kerja sama usaha (KSU) akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).