Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menyampaikan bahwa pemerintah tengah mengkaji revisi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol. Revisi SPM ini dilakukan karena pemenuhannya berada dalam situasi yang dinamis.
Kepala BPJT Wilan Oktavian mengatakan pemenuhan SPM menjadi syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, serta peraturan turunannya, yaitu PP 15 Tahun 2005 yang telah diganti dengan PP 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol.
Selain memberikan hak penentuan tarif kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), regulasi tersebut mewajibkan pemenuhan SPM terhadap kualitas jalan tol, terutama dalam aspek pemeliharaan.“SPM ini sekarang sedang direvisi Permen-nya supaya lebih baik lagi. Karena kondisi SPM itu dinamis,” jelas Wilan kepada awak media, Kamis (20/11/2025).
Wilan menjelaskan bahwa sifat dinamis tersebut muncul karena SPM menuntut pemeliharaan dan perbaikan berkelanjutan atas kondisi jalan tol.
“Misalnya kondisi jalan hari ini berlubang. Mereka (BUJT) diberi waktu melakukan perbaikan. Secara kasatmata terlihat seolah-olah hari ketika lubang itu ditemukan, SPM tidak dipenuhi. Padahal perbaikan dilakukan dalam dua hari. Setelah dibetulkan, ternyata muncul lubang baru. Jadi kondisi jalannya memang dinamis,” katanya.
Menurut Wilan, problematika dalam pemenuhan SPM yang bersifat dinamis tersebut tetap ditangani oleh BUJT. Namun, ia mengakui bahwa pada ruas jalan tol yang dilalui arus lalu lintas padat serta kendaraan berat, pemenuhan SPM semakin dinamis dari waktu ke waktu.
“Jadi pemenuhan SPM atas jalan tol itu begitu pada satu hari seluruh SPM terpenuhi, bukan berarti akan terus terpenuhi. Itu sebabnya kami memastikan BUJT melakukan inspeksi, terutama ketika ada kerusakan jalan,” ujar Wilan.
Diketahui sebelumnya, standar pelayanan minimal dinilai tidak lagi relevan sebagai tolok ukur untuk menaikkan tarif tol. Sejumlah pihak menilai pendekatan berbasis pelayanan administratif yang selama ini menjadi dasar kenaikan tarif perlu digeser menjadi pendekatan berbasis keselamatan.