Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera telah menimbulkan kerugian signifikan bagi dunia usaha, terutama pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perdagangan lokal, agribisnis, hingga industri pengolahan. Namun, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih terus dipantau karena proses penanganan bencana masih berlangsung.
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan dunia
usaha saat ini masih memfokuskan perhatian pada upaya cepat membantu para
korban di wilayah terdampak. Evaluasi dampak bencana terhadap kinerja ekonomi
2026 belum dapat dilakukan secara menyeluruh.
“Terus terang kami
belum bisa mengevaluasi sejauh mana itu akan berdampak ke 2026. Tapi kalau kami
lihat sekarang ini kita masih dalam tahapan penanggulangan,” ujar Shinta dalam
konferensi pers di kantor Pusat Apindo, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Berdasarkan pemetaan sementara, sektor yang paling terdampak
berada di lapisan bawah perekonomian, yakni UMKM dan perdagangan lokal. Banyak
pelaku usaha kecil kehilangan stok, aset, hingga pasar akibat kerusakan fisik
dan terhentinya aktivitas ekonomi masyarakat.
“Dari pemetaan yang sementara kami terima, itu sektor yang
paling berdampak adalah justru yang tentunya UMKM-UMKM dan perdagangan lokal
ya,” jelas Shinta.
Dampak bencana juga merambat ke sektor manufaktur dan industri pengolahan, terutama yang bergantung pada pasokan bahan baku dari wilayah Sumatra. Selain terganggunya permintaan, gangguan utilitas seperti listrik dan air turut memperberat operasional industri.
“Terganggunya juga permintaan manufaktur dan industri pengolahan terutama yang bergantung pada suplai bahan baku dari Sumatera. Jadi ini juga satu sektor yang harus jadi perhatian kita,” ucap Shinta.
Selain itu, sektor agribisnis ikut terpukul akibat kerusakan lahan pertanian. Dampak lanjutan juga dirasakan sektor transportasi dan logistik menyusul terputusnya akses jalan dan jembatan di sejumlah daerah terdampak. Kondisi ini memicu gangguan pasokan dan meningkatkan biaya logistik secara agregat.
“Transportasi dan logistik karena terputusnya akses jalan, jembatan dan lain-lain. Kondisi ini juga menciptakan supply shock ya, menekan output regional dan meningkatkan biaya logistik juga secara agregat,” kata Shinta.
Meski demikian, Shinta menilai dampak bencana terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan kemungkinan tidak terlalu besar, meskipun tetap perlu diwaspadai.
“Kalau kita melihat dampak konsumsi dari daerah yang
bersangkutan mungkin tidak terlalu besar kalau untuk keseluruhan ekonomi
Indonesia. Jadi kalau saya lihat mungkin kalaupun ada dampak mungkin enggak
akan, so far sih kelihatannya nggak akan sampai,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Apindo Sanny
Iskandar menambahkan bencana yang terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh
curah hujan tinggi, tetapi juga dipengaruhi oleh masih lemahnya kepedulian
terhadap aspek lingkungan, sehingga memperbesar risiko dan dampak kerusakan yang
terjadi di berbagai daerah.
“Situasi kondisi bencana-bencana alam yang terjadi itu
karena salah satu penyebabnya mungkin terlepas curah hujan yang tinggi dan
segala macam. Namun karena kurang atau tidak ada kepedulian juga yang terkait
dengan masalah-masalah ramah lingkungan tadi,” ujar Sanny.
