Direktur Promosi Kesehatan dan Kesehatan Komunitas Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Elvieda Sariwati mengungkap masalah kesehatan gigi dan mulut masih menjadi salah satu persoalan kesehatan utama di Indonesia. Hal ini ditandai dengan penyakit gigi dan mulut tercatat masuk dalam 5 besar penyakit yang ditemukan dalam program cek kesehatan gratis (CGK) yang tengah digencarkan pemerintah saat ini.
Pemeriksaan CKG sejauh ini telah dilakukan terhadap 63,5 juta jiwa dari berbagai kelompok usia. Hasilnya menunjukkan tingginya prevalensi gangguan kesehatan gigi dan mulut di masyarakat, dikutip dari Antara, Minggu (21/12/2025).
“Satu dari dua orang peserta CGK itu mengalami masalah gigi. Gigi berlubang, gigi hilang, kemudian gigi goyang, dan juga ada yang gigi melorot. Dan proporsinya ternyata semakin meningkat, usianya itu semakin tinggi,” ungkap dr Elvieda di Jakarta.
Elvieda juga mengungkapkan, data dari BPJS Kesehatan memperkirakan pada 2030 besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk penanganan penyakit gigi dapat mencapai sekitar Rp 1,2 triliun.
Senada dengan dr Elvienda, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg Usman Sumantri menyebut berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 82% masyarakat Indonesia mengalami karies gigi dan 74,1% kasus penyakit periodontal yang meliputi gingivitis (peradangan gusi) dan periodontitis (infeksi gusi yang merusak jaringan).
Dengan kondisi tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan gusi masyarakat melalui penyusunan empat pilar rencana aksi nasional, yaitu tata kelola kesehatan gigi dan mulut, promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, pelayanan kesehatan gigi dan mulut, serta sistem informasi dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Untuk lingkungan sekolah, Kemenkes telah menyiapkan bahan ajar yang terintegrasi dalam kurikulum, termasuk bagi peserta didik penyandang disabilitas. Sementara di tingkat masyarakat, Kemenkes menggerakkan posyandu bidang kesehatan yang didukung lebih dari 300.000 posyandu dengan sekitar 1,5 juta kader.
“Tentunya kami tidak mungkin berjalan sendirian, dibutuhkan kolaborasi lintas pihak dalam mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut melalui edukasi berkelanjutan,” tandas dr Elvieda.