Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan,
pemerintah tidak menerapkan praktik ijon pajak kepada pelaku usaha, meskipun
penerimaan pajak pada 2025 mengalami perlambatan.
Purbaya bahkan mengaku tidak memahami istilah ijon pajak
yang belakangan ramai diperbincangkan.
“Saya enggak pernah bilang ijon, orang saya bukan tukang
ijon. Jadi saya enggak ngerti istilah itu,” ujar Purbaya kepada awak media
seusai konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Kamis
(18/12/2025).
Meski menepis isu ijon pajak, Purbaya mengakui pemerintah melakukan
sejumlah penyesuaian untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada 2025. Namun, ia
belum memerinci bentuk penyesuaian yang dimaksud.
“Mungkin ada adjustment di sana-sini untuk pajak, tetapi
kita lihat lagi seperti apa kedepannya tergantung kondisi di lapangan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, ijon pajak kerap diartikan sebagai
praktik penarikan setoran pajak lebih awal, meskipun kewajiban pajak tersebut
sebenarnya baru jatuh tempo pada tahun berikutnya.
Dari data Kemenkeu, hingga November 2025, realisasi
penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 1.634,43 triliun atau setara 78,7% dari
outlook penerimaan pajak 2025. Capaian tersebut menurun 3,31% secara tahunan
(year on year/yoy) dalam perhitungan neto.
Purbaya mengakui, shortfall atau tidak tercapainya target
penerimaan pajak pada tahun ini akan terjadi. Namun, ia menegaskan kondisi
tersebut disebabkan oleh dampak perlambatan ekonomi sebelum dirinya menjabat
sebagai menteri keuangan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
menegaskan, kebijakan yang dilakukan pemerintah bukanlah ijon pajak.
Menurutnya, langkah tersebut merupakan bagian dari dinamisasi perpajakan.
“Ini prinsipnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 itu yang
dibayar sendiri wajib pajak didasarkan pada kinerja Y-1 jadi tahun sebelumnya,”
kata Bimo.
Ia menjelaskan, penyesuaian angsuran pajak penghasilan (PPh)
pasal 25 telah diatur dalam undang-undang. Penyesuaian ini dapat dilakukan
untuk mengakomodasi perbedaan pola penghasilan, penghasilan tidak rutin,
perubahan kegiatan usaha, skala usaha, maupun peningkatan kinerja bisnis wajib
pajak.
Melalui kebijakan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak
berupaya meminimalkan potensi kurang bayar pajak atau PPh Pasal 29 saat
pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
“Hal ini dimaksudkan supaya angsuran wajib pajak dalam tahun
berjalan sedapat mungkin mendekati jumlah pajak yang seharusnya terutang di
akhir tahun,” ucap Bimo.