Pemandangan indah Pantai Bondi, Sydney,
berubah menjadi mimpi buruk pada akhir pekan, Minggu (14/12/2025). Dua
tersangka bersenjata lengkap memanfaatkan posisi strategis di jembatan layang
(flyover) untuk melancarkan serangan brutal yang menewaskan 15 orang.
Posisi di atas jembatan memberikan keleluasaan bagi pelaku
untuk menargetkan kerumunan orang di bawahnya tanpa ada yang mampu menghentikan
mereka dengan segera.
Pada sore hari yang nahas itu, Taman Archer yang terletak di
antara pantai dan area parkir sedang dipadati pengunjung untuk festival
Hanukkah (Chanukah), festival cahaya umat Yahudi. Area ini biasanya dilalui
warga lokal dari Campbell Parade menuju pantai lewat jembatan beton.
Namun, rute yang familier itu berubah menjadi zona
pembunuhan. Dua pria memarkir mobil hatchback perak tepat di bawah jembatan
layang, lalu naik ke atas jembatan.
Para ahli keamanan menilai posisi ini memberikan kondisi
"sempurna" bagi penembak. Dari ketinggian jembatan, mereka memiliki
pandangan panorama ke seluruh area festival di ruang terbuka. Posisi ini
memungkinkan mereka bersembunyi, membidik, menembak kerumunan, dan memiliki
opsi mundur yang mudah ke tempat parkir atau jalan raya.
Kronologi
Saksi mata di kawasan North Bondi mengaku mendengar ledakan
keras di awal malam. Saat menoleh, mereka terkejut melihat banyak orang telah
tergeletak bersimbah darah.
Marley Carroll, saksi yang berada di sisi selatan pantai,
menceritakan kepanikan massal yang terjadi. "Mereka berlari menjauh dari
penembak. Saat itulah kami menyadari semua orang di sekitar kami berlari,
klakson mobil berbunyi nyaring. Sekelompok orang berlari melewati kami,
berteriak, 'Dia menembak orang, dia menembak orang!'," ungkap Carroll.
Orang-orang berkumpul di sekitar tugu peringatan untuk para
korban penembakan di luar Bondi Pavilion di Pantai Bondi, Sydney, Senin, 15
Desember 2025, sehari setelah penembakan. - (AP/AP)
Orang-orang berkumpul di sekitar tugu peringatan untuk para
korban penembakan di luar Bondi Pavilion di Pantai Bondi, Sydney, Senin, 15
Desember 2025, sehari setelah penembakan. - (AP/AP)
Laporan pertama masuk ke kepolisian sekitar pukul 18.47
waktu setempat. Kepanikan menyebar cepat, tidak hanya di lokasi, tetapi juga di
dunia maya. Di grup Facebook Bondi Local Loop, warga saling bertanya dengan
nada putus asa mengenai apa yang terjadi.
Di tengah kekacauan, sebuah aksi keberanian terekam kamera.
Sekitar pukul 19.30, video memperlihatkan salah satu pelaku turun dari jembatan
menuju pepohonan untuk mendapatkan jarak tembak lebih dekat.
Saat pelaku sedang membidik, seorang penjual buah diam-diam
mendekat dari belakang dan berhasil merebut senjata dari tangan pelaku. Pria
tersebut dipuji sebagai pahlawan karena mempertaruhkan nyawanya. Namun,
alih-alih menembak balik, ia meletakkan senjata tersebut dan bersembunyi,
diduga karena takut disalahartikan sebagai pelaku oleh polisi yang mulai
berdatangan.
Pelaku yang senjatanya direbut kemudian melarikan diri kembali
ke jembatan layang dan menggunakan senjata lain untuk melanjutkan serangan.
Baku Tembak
Pelaku terus menembak selama kurang lebih 20 menit sebelum
polisi tiba dan membalas tembakan. Waktu respons ini memicu kemarahan publik
Australia, mengingat lokasi kantor polisi hanya berjarak satu blok dari tempat
kejadian.
Pihak berwenang mengerahkan puluhan unit polisi dan
ambulans. Petugas berlindung di balik mobil parkir, membidik dua pria
bersenjata yang berjongkok di balik pagar jembatan.
Dalam baku tembak tersebut, pelaku yang mengenakan celana
putih tewas tertembak. Rekannya yang bercelana hitam sempat terus menembak ke
dua arah sebelum akhirnya dilumpuhkan.
"Dia terjatuh, dia pingsan!" teriak seorang saksi
dalam rekaman video warga. Jejak ISIS
Pada pukul 21.36, polisi menetapkan insiden ini sebagai
serangan teroris. Pelaku diidentifikasi sebagai pasangan ayah dan anak: Sajid
Akram (50) yang tewas di tempat, dan putranya Naveed Akram (24) yang kini
kritis di rumah sakit.
Penyidik Satuan Tugas Kontraterorisme Gabungan (JCTT)
Australia mengungkapkan bahwa kedua tersangka diyakini telah berbaiat kepada
ISIS. Hal ini diperkuat dengan temuan dua bendera ISIS di dalam kendaraan
mereka; satu di antaranya bahkan diletakkan di atas kap mobil.
Fakta mengejutkan lainnya terungkap: Naveed Akram sebenarnya
sudah berada di bawah pengawasan intelijen setelah polisi menggagalkan rencana
serangan teroris enam tahun lalu. Kegagalan mencegah serangan ini kini menjadi
sorotan tajam publik Australia.