Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali
memperketat kebijakan imigrasi dengan memberlakukan larangan perjalanan baru
terhadap 19 negara, termasuk Otoritas Palestina. Kebijakan ini melipatgandakan
jumlah negara yang dikenai pembatasan masuk ke Amerika Serikat.
Larangan tersebut tertuang dalam proklamasi yang
ditandatangani Trump pada Selasa waktu setempat dan akan mulai berlaku 1
Januari 2026.
Sejumlah negara kini menghadapi larangan perjalanan penuh,
yang berarti warganya tidak dapat masuk ke AS, baik untuk kunjungan singkat
maupun imigrasi.
Negara-negara tersebut meliputi: Suriah, Burkina Faso, Mali,
Niger, dan Sudan Selatan.
Selain itu, semua pemegang dokumen perjalanan yang
dikeluarkan oleh Otoritas Palestina juga dikenai larangan total. Sebelumnya,
warga Palestina sudah menghadapi kesulitan besar untuk memperoleh izin
perjalanan ke AS, baik untuk bisnis, pekerjaan, wisata, maupun pendidikan.
Sementara itu, Sierra Leone dan Laos yang sebelumnya hanya
terkena pembatasan sebagian, kini resmi masuk dalam daftar larangan penuh.
Negara lain yang sudah lebih dulu dikenai larangan
perjalanan total sejak Juni 2025 meliputi: Afganistan, Myanmar, Chad, Republik
Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan
Yaman.
Dengan kebijakan ini, total 19 negara berada di bawah
larangan perjalanan penuh, ditambah Otoritas Palestina.
Negara dengan Larangan Perjalanan Sebagian
Selain larangan penuh, Amerika Serikat juga menerapkan
pembatasan perjalanan sebagian terhadap 15 negara tambahan, mayoritas berasal
dari Afrika Sub-Sahara.
Negara-negara tersebut antara lain: Angola, Benin, Pantai
Gading, Gabon, Gambia, Malawi, Mauritania, Nigeria, Senegal, Tanzania, Zambia,
dan Zimbabwe.
Selain Afrika, Antigua dan Barbuda, Dominika, serta Tonga
juga masuk dalam daftar pembatasan sebagian. Sementara itu, Burundi, Kuba,
Togo, dan Venezuela masih berada di bawah larangan perjalanan parsial yang
diberlakukan sejak Juni 2025.
Dengan dicabutnya penangguhan parsial terhadap Turkmenistan,
kini total 19 negara berada di bawah pembatasan perjalanan sebagian.
Kebijakan ini berdampak pada turis, pelajar, pelancong
bisnis, dan calon imigran. Namun, sejumlah pihak dikecualikan dari larangan,
antara lain pemegang visa yang masih berlaku, penduduk tetap sah AS (green card
holder), pemilik visa khusus seperti diplomat dan atlet, dan individu yang
dinilai masuk demi kepentingan nasional AS
Mengapa Trump Memperluas Larangan Perjalanan?
Meski kebijakan imigrasi ketat merupakan ciri utama
kepemimpinan Trump, perluasan larangan perjalanan ini dipicu oleh sejumlah
peristiwa terkini.
Pemerintah AS mengaitkan kebijakan tersebut dengan
penangkapan seorang warga Afganistan pada November, yang didakwa menembak dua
anggota Garda Nasional. Sejak insiden itu, AS menghentikan pemrosesan klaim
suaka dan permohonan imigrasi dari negara-negara terdampak.
Trump juga sempat mengancam akan mengambil tindakan militer
terhadap Nigeria, dengan alasan dugaan penganiayaan terhadap umat Kristen,
klaim yang dibantah pemerintah Nigeria.
Selain itu, Trump baru-baru ini bersumpah akan melakukan
“pembalasan yang sangat serius” terhadap Suriah setelah dua tentara AS dan
seorang penerjemah tewas akibat serangan yang diduga dilakukan anggota “Negara
Islam”.
Dalam pernyataannya, Gedung Putih menyebut bahwa banyak
negara dalam daftar larangan menghadapi masalah serius, seperti:
“Korupsi yang meluas, dokumen sipil palsu atau tidak dapat
diandalkan, serta catatan kriminal yang sulit diverifikasi.”
Pemerintah AS juga menyoroti tingginya pelanggaran masa
berlaku visa dan penolakan sejumlah negara untuk menerima kembali warganya.