Hari kebebasan Pers yang di peringati setiap tanggal 3 Mei di gelar oleh Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Kota Depok dalam bentuk diskusi publik yang bertema : Menjaga Kebebasan Pers, Merawat Demokrasi Negeri. Acara yang di gelar di Aula Gedung Bank BJB Kota Depok, pada Kamis, 22 Mei 2025. Dan berjalan Sukses. Pada, Kamis, (22/05/25)
Acara di hadiri oleh Mustafa Ismail (wartawan senior dan sastrawan), Herry Budiman (Sekjen SWI), Imam Suwandi (Kabid Litbang SWI), dan Tora Kundera (wartawan sekaligus aktivis budaya). Diskusi dimoderatori oleh Sihar Ramses yang juga wartawan sekaligus sastrawan.
Diskusi di kemas begitu apik dengan mengupas tuntas peran strategis pers sebagai penjaga demokrasi, sekaligus mengangkat realita getir yang dihadapi para jurnalis baik itu ancaman kekerasan, tekanan politik, hingga intimidasi digital. Imam Suwandi dalam paparannya menegaskan bahwa kebebasan pers adalah hak asasi yang dijamin konstitusi melalui Pasal 28F UUD 1945.
“Tanpa pers yang bebas, demokrasi hanyalah ilusi,” kutip Mustafa Ismail, menegaskan pentingnya independensi media.
Selama Januari hingga Mei 2025, tercatat 38 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Termasuk pemukulan terhadap jurnalis saat peliputan demonstrasi Hari Buruh, serta ancaman mengerikan terhadap redaksi Tempo berupa kiriman kepala babi dan bangkai tikus.
Kasus-kasus ini menciptakan iklim ketakutan, sensor diri, dan membatasi ruang gerak media dalam mengontrol kekuasaan.
Ketua Komunitas Jurnalis Depok (KJD), Johanes Hutapea, turut tampil membacakan puisi bertajuk “Jangan Bungkam Suara Kami” yang menggugah semangat dan menggambarkan keresahan jurnalis yang terus ditekan karena tulisannya. Puisinya menggambarkan teror telepon misterius, pesan intimidatif, hingga ketakutan yang mengendap di balik karya jurnalistik.
Diskusi ini juga menekankan pentingnya langkah perlindungan bagi jurnalis, mulai dari pelatihan keamanan digital, bantuan hukum, hingga kolaborasi antar media. SWI menyerukan agar penegak hukum serius mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Pemerintah diminta tidak tinggal diam, kepolisian harus profesional dan transparan, media memperkuat solidaritas serta etika, dan masyarakat diminta aktif mendukung kebebasan pers sebagai pilar demokrasi.
Di tengah era disinformasi dan tekanan terhadap media, jurnalisme yang bebas dan bertanggung jawab adalah benteng terakhir rakyat untuk mendapatkan informasi yang benar.
Acara ini menjadi pengingat bahwa menjaga kebebasan pers adalah tugas bersama—bukan hanya tanggung jawab jurnalis, tapi seluruh elemen bangsa. (SL)