Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara dikenal sebagai kota rempah, seperti cengkeh dan pala, yang sejak dahulu kala menjadi rebutan bangsa-bangsa Eropa. Kini, buah pala tetap menjadi komoditas unggulan masyarakat Ternate.
Namun, selama ini daging buah pala yang digunakan untuk membuat sirup sering kali dibuang begitu saja. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan Siti Sulastri, pelaku UMKM “Fala Tanawan” yang beralamat di Kelurahan Maliaro, Kecamatan Ternate Tengah.Siti bersama timnya memanfaatkan limbah daging pala sisa produksi sirup untuk diolah menjadi dodol pala, produk unik yang belum dimiliki UMKM lain di Ternate.
Siti menceritakan bahwa usaha ini dirintis sejak 2014. Gagasan membuat dodol pala muncul saat ia melihat limbah daging pala terbuang sia-sia.
“Kami melihat hasil rempah yang melimpah yaitu pala di Maluku Utara, tetapi dagingnya itu dibuang. Kami membuat minuman buah pala dan sirup pala, kemudian kami melihat hasil dari rebusan minuman pala ini kami buang percuma. Terbesit dalam pikiran kami memanfaatkan limbah dari hasil pemuatan minuman buah pala, akhirnya saya ingin membuat dodol buah pala,” kata Sulastri, Sabtu (5/7/2025).
Proses pembuatan dodol pala ternyata memerlukan eksperimen dan kesabaran tinggi. Kini dodol tersebut menjadi oleh-oleh khas Maluku Utara dan berhasil menjadi produk dodol pala pertama dari limbah buah pala di provinsi tersebut.
“Alhamdulillah banyak diminati banyak tamu-tamu terutama dari luar daerah. Mereka penasaran dan saat mencicipi dodol buah pala, mereka terkesan, rasanya enak sekali. Rasanya lain dari dodol biasanya karena ada rasa asam khas pala yang segar-segar,” ujarnya.
Dalam proses produksinya, daging pala disortir, dicuci, lalu dipotong dan dihaluskan bersama santan kelapa. Setelah itu, dicampur gula merah, gula pasir, tepung ketan, garam, dan sedikit bubuk pala. Semua bahan dimasak dalam kuali selama 3 hingga 4 jam hingga matang sempurna, lalu didinginkan semalaman sebelum dikemas.
“Setelah masak kita taruh di loyang dan didinginkan selama satu malam. Pada esok harinya baru kita lakukan kemasan kecil-kecil sesuai ukuran, dan jadinya satu kemas,” ucap Sulastri.
Produk dodol pala tersebut kini dipasarkan melalui berbagai jalur, baik offline maupun online, termasuk Instagram, Facebook, WhatsApp, Shopee, dan Tokopedia. Produk ini juga tersedia di galeri UMKM lokal dan toko oleh-oleh Dekranasda.
“Alhamdulillah peminatnya banyak sekali. Apalagi kalau ada turis datang, mereka selalu berkesan. Untuk satu bungkus harganya Rp 30.000 yang original, dan Rp 35.000 yang kenari. Kalau satu kali produksi bisa 100 bungkus. Cuan satu bulan bisa sampai Rp 15 juta,” pungkasnya.