Layanan administrasi publik Singapura dinyatakan sebagai yang terbaik di dunia berdasarkan Indeks Administrasi Publik Blavatnik yang dirilis oleh Sekolah Pemerintahan Blavatnik, Universitas Oxford.
Indeks layanan administrasi publik 2024 ini membandingkan kualitas layanan sipil di 120 negara, dengan mengukur efektivitas, strategi, dan inovasi di sektor administrasi publik.
Singapura menempati peringkat pertama berkat keunggulan dalam layanan perbatasan, administrasi pajak, serta strategi dan inovasi dalam administrasi publik. “Kami merasa rendah hati atas pengakuan ini dan terus belajar dari praktik terbaik negara lain,” ujar Kepala Layanan Sipil Singapura Leon Yip seperti dikutip CNA, Kamis (5/12/2024).
Berikutnya ada Norwegia, Kanada, Denmark, dan Finlandia melengkapi posisi lima besar, sementara Inggris, Selandia Baru, dan Australia berada di 10 besar.
Bagaimana dengan posisi Indonesia? Ternyata Indonesia menempati peringkat ke-36 dalam indeks ini. Dalam peringkat kebijakan publik, Indonesia bersama Hungaria dan Brasil sama-sama menempati posisi 36 dengan skor 0,61.
Sedangkan Singapura dan Finlandia yang menduduki peringkat teratas dalam layanan administrasi publik meraih skor 0,85.
Peringkat layanan administrasi publik Indonesia ini mencerminkan upaya yang telah dilakukan dalam memperbaiki administrasi publik meskipun masih menghadapi tantangan besar di berbagai bidang. Sebagai negara berkembang dengan populasi besar, Indonesia memiliki peluang untuk belajar dari negara-negara yang berada di posisi atas untuk meningkatkan efektivitas layanan publiknya.
Indeks Administrasi Publik Blavatnik mengukur 82 metrik dari 17 sumber data terpercaya, termasuk laporan Doing Business oleh Bank Dunia dan Barometer Korupsi Global dari Transparency International.
Professor Ngaire Woods, Dekan Sekolah Pemerintahan Blavatnik, menyebut indeks layanan administrasi publik ini sebagai kesempatan emas untuk mendorong pembelajaran lintas negara. “Bukan hanya hasil peringkat yang penting, tetapi juga dialog dan peningkatan berbasis data yang dapat dihasilkan,” ujarnya.
Indeks ini tidak mengukur hasil kebijakan seperti tingkat literasi atau harapan hidup, tetapi berfokus pada efektivitas administrasi publik untuk mencapai tujuan tersebut.