Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pemberi vonis bebas terhadap Ronald Tannur, Erintuah Damanik dan Mangapul tidak mengajukan banding atas hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Penasihat hukum Erintuah dan Mangapul, Philipus Harapenta Sitepu mengatakan keputusan itu setelah berdiskusi dalam keadaan yang tenang pada saat pemindahan terdakwa dari Rumah Tahanan (Rutan) Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Rutan Salemba, Jumat (9/5/2025).
"Keputusan ini diambil karena Pak Erintuah dan Mangapul ingin fokus memperbaiki diri dan keluarga," ujar Philipus di Jakarta, Sabtu (10/5/2025), dikutip dari Antara.Mewakili kliennya, Philipus menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia, Mahkamah Agung (MA), dan keluarga atas perkara yang terjadi.
Erintuah dan Damanik, kata dia, berharap agar mereka diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan sehingga nantinya bisa menjadi berkat dan bermanfaat saat kembali ke tengah masyarakat.
Sebelumnya, Erintuah dan Mangapul divonis dengan masing-masing pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kedua hakim PN Surabaya itu terbukti menerima suap dan gratifikasi untuk menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur, terdakwa pembunuh Dini Sera Afrianti pada 2024.
Atas perbuatannya, Erintuah dan Mangapul dinyatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kumulatif pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.
Sementara itu, hakim nonaktif lainnya yang menangani kasus Ronald Tannur, yakni Heru Hanindyo juga telah dijatuhkan vonis pidana dengan penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.
Dalam kasus itu, Erintuah, Mangapul, dan Heru dinyatakan menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp 4,67 miliar.
Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim meliputi sebanyak Rp 1 miliar dan 308.000 dolar Singapura atau setara Rp 3,67 miliar (kurs Rp 11.900).
Selain suap, ketiga hakim pembebas Ronald Tannur itu juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Arab Saudi.