Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) merespons pengembalian berkas perkara atau P19 oleh Kejaksaan Tinggi NTB dalam kasus kematian tragis Brigadir Nurhadi yang melibatkan tiga tersangka, termasuk dua anggota Polri aktif.
Berkas tersebut akan segera dipelajari ulang oleh penyidik guna dilengkapi sesuai petunjuk jaksa agar dapat dilimpahkan kembali dalam waktu dekat.
Kepala Bidang Humas Polda NTB, Kombes Pol M Kholid, dalam keterangannya kepada media menegaskan, pihaknya akan serius dan cermat dalam menanggapi pengembalian berkas tersebut.
"Kami masih menunggu resminya P19 dari Kejaksaan Tinggi NTB yang akan dilimpahkan dari jaksa peneliti. Nanti akan dipelajari kembali oleh penyidik untuk segera dilengkapi," jelas Kholid. Rabu (16/7/2025).
Berkas perkara dikembalikan kejaksaan karena masih belum memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana diatur dalam KUHAP. Hal ini menjadi perhatian utama penyidik untuk melakukan perbaikan. Kholid menyebutkan, setiap kekurangan akan ditelusuri satu per satu agar bisa segera dirampungkan.
"Kekurangan dalam berkas akan kami pelajari dengan seksama. Petunjuk dalam P19 akan menjadi dasar kami untuk melengkapi alat bukti dan unsur-unsur pasal yang disangkakan kepada para tersangka," tegas Kholid.
Pihaknya memastikan tidak akan gegabah atau terburu-buru dalam menetapkan pelaku utama atau dalam menambahkan pasal sangkaan baru. "Dalam satu perkara, kita harus memastikan semua unsur terpenuhi. Persangkaan pasal dan pemenuhan alat bukti tidak boleh asal, harus benar-benar teliti," tambahnya.
Sejauh ini, ada tiga tersangka dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi, yakni Kompol IMY (Yogi), Ipda HC, dan satu orang sipil perempuan berinisial M. Ketiganya hingga kini masih menjalani penahanan di Rumah Tahanan Polda NTB.
Proses penyidikan terhadap ketiganya disebut terus berjalan secara simultan, terutama untuk mendalami peran masing-masing tersangka dalam peristiwa yang terjadi di sebuah vila di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, pada Mei 2025 lalu.
"Ketiganya masih ditahan di Rutan Polda NTB. Mereka dikenakan pasal-pasal terkait tindak pidana pembunuhan dan atau penganiayaan berat yang menyebabkan kematian," jelas Kholid, tanpa merinci pasal secara spesifik karena berkas masih dalam tahap perbaikan.
Salah satu tantangan utama dalam penanganan kasus ini adalah penentuan pelaku utama. Menurut Kholid, proses ini memerlukan kehati-hatian yang tinggi, terlebih dalam aspek pembuktian. "Untuk menentukan siapa pelaku utama, penyidik harus mengkaji ulang rangkaian peristiwa dan korelasinya dengan alat bukti yang dimiliki," ujarnya.
Ditekankan bahwa setiap tindakan penegakan hukum, mulai dari penetapan tersangka hingga penahanan, harus berdasarkan hukum acara pidana dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. "Kami harus bisa menjelaskan secara hukum dan logika mengapa seseorang dikenakan pasal tertentu, sehingga saat dilimpahkan ke jaksa bisa dinyatakan lengkap atau P21," imbuhnya.
Dalam perkembangan lain, Kombes Kholid juga mengonfirmasi, tersangka Kompol IMY tidak lagi melanjutkan program pendidikan pengembangan jenjang kepolisian. Hal ini telah ditetapkan sejak awal perkara mencuat dan penetapan tersangka dilakukan.
"Kompol IMY memang sudah tidak bisa melanjutkan sekolah kepolisian sejak awal perkara ini terungkap. Secara administratif, statusnya sudah ditangguhkan mengikuti perkembangan proses hukum," kata Kholid.