-->

Notification

×

Iklan

Iklan

banner 728x90

Indeks Berita

Pemerintah Kamboja menuduh militer Thailand melakukan perang psikologis dengan menggunakan pengeras suara

Selasa, 14 Oktober 2025 | Oktober 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-13T21:20:20Z

 Pemerintah Kamboja menuduh militer Thailand melakukan perang psikologis dengan menggunakan pengeras suara untuk memutar suara lolongan hantu dan suara mesin pesawat di daerah perbatasan. Aksi tersebut disebut dilakukan untuk mengganggu dan menakut-nakuti warga sipil.



Dilansir Khmer Times, Senin (13/10/2025), otoritas di Provinsi Banteay Meanchey, Kamboja, yang berbatasan langsung dengan Thailand, mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara.

Menurut laporan, militer Thailand mengerahkan ratusan tentara dan peralatan berat ke Desa Prey Chan dengan alasan membersihkan ranjau darat. Namun, di wilayah itu mereka juga memasang pagar kawat berduri dan memutar suara-suara menyeramkan melalui truk berpelantang besar.“Suara-suara itu seperti lolongan hantu dan deru mesin pesawat. Tujuannya jelas untuk menakut-nakuti warga, terutama anak-anak dan orang tua,” tulis Khmer Times dalam laporannya.

Tentara Kerajaan Kamboja mendesak Thailand untuk mematuhi gencatan senjata dan perjanjian bilateral yang telah disepakati. Sementara itu, Komisi Hak Asasi Manusia Kamboja (CHRC) meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan menyelidiki dugaan pelecehan psikologis terhadap warga sipil di perbatasan.

“Sejak Jumat (10/10/2025) malam, suara-suara itu terus terdengar dan menimbulkan keresahan di masyarakat,” ungkap CHRC dalam pernyataan resminya.

Militer Thailand hingga kini belum memberikan tanggapan atas tuduhan tersebut.

Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja sebelumnya meletus pada 24 Juli 2025, melibatkan serangan senjata berat dari kedua pihak. Gencatan senjata dicapai pada 28 Juli setelah lima hari pertempuran yang menewaskan 43 orang dan menyebabkan sekitar 300.000 warga mengungsi.

Namun, situasi damai di kawasan tersebut masih rapuh. Bentrokan sporadis masih sering terjadi, dan sebagian besar jalur penyeberangan antarnegara masih ditutup, menyebabkan perdagangan lintas batas lumpuh total.

×
Berita Terbaru Update