Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Kim Son Gyong menegaskan bahwa Pyongyang tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya, meskipun tetap membuka pintu untuk diplomasi.
Pernyataan itu disampaikan dalam pidato langka di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (29/9/2025).Kim Son Gyong datang ke New York untuk menghadiri pekan tingkat tinggi tahunan PBB, posisi yang sebelumnya hanya diwakili oleh duta besar Korea Utara.
“Pengenaan denuclearisation terhadap DPRK sama dengan menuntut kami menyerahkan kedaulatan dan hak untuk eksistensi serta melanggar Konstitusi,” ujar Gyong, seperti dilansir dari CNA.
“Kami tidak akan pernah melepaskan senjata nuklir, yang merupakan hukum negara, kebijakan nasional, dan kekuasaan kedaulatan kami sekaligus hak untuk eksistensi. Dalam kondisi apa pun, kami tidak akan bergeser dari posisi ini,” lanjutnya.
Pernyataan ini muncul setelah Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pekan lalu menyatakan bersedia melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat, dengan syarat tetap dapat mempertahankan persenjataan nuklirnya.
Korea Utara berada di bawah berbagai sanksi PBB setelah melakukan uji coba nuklir pertamanya pada 2006. Negara itu diyakini mengoperasikan beberapa fasilitas pengayaan uranium, termasuk di kompleks nuklir Yongbyon. Fasilitas tersebut sempat diklaim didekomisioning setelah perundingan, tetapi kemudian diaktifkan kembali pada 2021.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung dalam pidatonya di PBB pada Selasa (30/9/2025) berjanji akan mengakhiri “lingkaran setan” ketegangan dengan Korea Utara. Ia juga menegaskan tidak akan berusaha melakukan perubahan rezim di Pyongyang.
“DPRK, seperti dahulu, akan terus bekerja sama dengan semua negara dan bangsa yang menolak agresi, intervensi, dominasi, dan penaklukan serta mendambakan kemerdekaan dan keadilan, tanpa memandang perbedaan ide maupun sistem,” tutur Gyong, tanpa merujuk secara spesifik pada negara tertentu.