Ahli hukum Satya Arinanto menilai aksi joget sejumlah peserta dan tamu dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD pada 15 Agustus 2025 merupakan bentuk ekspresi penghormatan terhadap lagu daerah, bukan tindakan yang patut dipermasalahkan.
Menurut Satya, tradisi menari bersama saat lagu daerah dimainkan sudah sering terjadi, bahkan sejak era Presiden Joko Widodo (Jokowi).“Sebenarnya enggak masalah karena pada upacara peringatan proklamasi masa Pak Jokowi juga ada lagu 'Ojo Dibandingke', semua ikut menari. Yang kemarin juga ada 'Tabola Bale', semua menari juga. Jadi itu biasa sebagai ekspresi,” ujarnya.
Hal itu disampaikan Satya saat dimintakan pendapatnya sebagai ahli pada sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Satya menegaskan, video potongan anggota DPR berjoget yang beredar luas di media sosial telah dipelintir pihak tak bertanggung jawab. Ia menyebut, konten negatif yang beredar membuat publik salah paham terhadap konteks kejadian.
“Video yang diputar ulang itu memicu emosi publik, padahal kalau lihat aslinya, tidak ada masalah. Misalnya video Uya Kuya, di akun TikTok aslinya tidak seperti yang diviralkan,” jelasnya.
Meski demikian, Satya mengakui psikologi massa di media sosial sulit dikendalikan. Apalagi ketika informasi yang tersebar lebih banyak bersifat provokatif daripada faktual. “Psikologi massa waktu itu memang sulit dikontrol. Media sosial membuat isu berkembang liar, dan hanya sedikit yang berusaha mencari kebenaran,” tambahnya.
Sidang MKD kali ini digelar untuk memeriksa kasus lima anggota DPR yang dinonaktifkan partainya seusai peristiwa tersebut. Agenda pemeriksaan menghadirkan sejumlah ahli, di antaranya Deputi Persidangan Setjen DPR Suprihartini, kriminolog UI Adrianus Eliasta, sosiolog Trubus Rahardiansah, dan ahli perilaku Gusti Aju Dewi.
Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam mengatakan, sidang pendahuluan ini bertujuan mencari titik terang dari peristiwa yang terjadi antara 15 Agustus hingga 3 September 2025, yang berujung pada penonaktifan lima anggota DPR.
“Ada lima anggota DPR yang dinyatakan nonaktif oleh partai masing-masing, yaitu Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni,” kata Dek Gam.
Satya berharap publik bisa melihat peristiwa joget tersebut secara objektif sebagai bagian dari ekspresi budaya daerah, bukan pelanggaran etika. “Kalau menurut saya, hal seperti itu tidak perlu dibesar-besarkan. Itu bagian dari penghormatan terhadap lagu daerah dan ekspresi kebudayaan Indonesia,” pungkasnya.